Jumat, 18 Januari 2013



Johann Wolfgang von Goethe: Muslim Eropa Pertama?
Zaim Saidi - Direktur Wakala Induk Nusantara 
 
Johann Wolfgang von Goethe dikenal di penjuru dunia, termasuk di Indonesia, karena diabadikan pada nama Goethe Institut, lembaga kebudayaan Republik Federal Jerman yang mengembangkan pengetahuan mengenai bahasa dan budaya Jerman di luar Jerman. Bagi bangsa Jerman sendiri Goethe bukan cuma seorang tokoh serbabisa, tetapi pahlawan besar. Goethe adalah ilmuwan, filosof, yuris, sastrawan, ekonom, arsitek, matematikawan, agamawan, juga ahli militer. Salah satu karya besarnya yang sampai di Indonesia adalah drama Faust (diterjemahkan oleh Abdulhadi WM, Balai Pustaka, 1990). Namun, berapa banyak orang yang mengetahui bahwa Wolfgang von Goethe, Sang Jenius, kemungkinan besar wafat sebagai seorang muslim?
Kemusliman Goethe terungkap melalui penelitian mendalam oleh ulama Eropa masa kini, Shaykh Dr Abdalqadir as Sufi (lahir sebagai Ian Dallas asal Skotlandia), bersama salah satu muridnya asal Jerman, Abu Bakr Rieger, kini Presiden Uni Muslim Eropa dan Sekjen Asosiasi Pengacara Muslim Eropa. Mereka berdua, pada 1995, menerbitkan sebuah dokumen "Fatwa on The Acceptance of Goethe as Being Muslim" (Fatwa ber die Anerkennung Goethes als Muslim), yang dicetak dan disebarluaskan oleh Weimar Institut, Jerman (19 Desember 1995). Kemusliman seorang Goethe, khususnya dalam konteks Eropa, memiliki implikasi yang sangat penting, terutama saat gejala islamofobia di dunia Barat terus dibesar-besarkan, seperti yang terjadi akhir-akhir ini.
Minat Goethe pada Islam
Drs Nurman Kholis, M. Hum, peneliti muda Puslitbang Lektur Keagamaan, Balitbang Departemen Agama, menyebutkan bahwa perkenalan Goethe pada Islam dimulai dari minatnya pada studi tentang ketimuran. Ini didorong oleh persentuhan Goethe dengan syair-syair karya Saadi dan ajaran tasauf Jalaluddin Rumi. Sejak usia muda, pada umur 20-an awal, Goethe mulai belajar membaca dan menulis bahasa Arab, dan menelaah al-Quran dan menyalin ayat-ayat pendek dengan tulisan tangannya. Goethe mulai mengenal al-Quran melalui terjemahan karya JV Hammer (bahasa Jerman) dan karya G. Sale (bahasa Inggris).
Dengan kemahiran menulis dan membaca bahasa Arab Goethe mulai mengkopi doa-doa pendek berbahasa Arab, dan mengatakan, "Tidak ada dalam spirit bahasa lain, kata dan huruf mampu ditampung sedemikian orisinalnya." Keyakinan Goethe terhadap kebenaran Islam, ia tuangkan dalam buku syairnya West-stliche Divan, yang juga ia beri judul bahasa Arab Al-Diwan Al-Syarqiyyu li Al-Muallifi Al-Gharbiyyi. Tantang al Qur'an Goethe menulis: "Tak bakal seorang pun ragu tentang kebesaran efisiensi Kitab ini. Itu sebabnya ia dinyatakan sebagai bukan sebuah ciptaan oleh para pendukungnya...Kitab ini akan abadi ampuh selamanya." Pada usia 70 tahun ia menulis tentang lailatul qadar secara afektif, ia "ingin memperingati dengan takzim malam ketika Rasul dianugerahi Qur'an secara lengkap dari atas."
Suatu ketika Goethe membacakan dengan keras terjemahan sejumlah ayat Qur'an dalam bahasa Jerman di hadapan keluarga dan tetamu bangsawan (Duke) Weimar. Tetapi ia merasa tak pernah puas dengan segala bentuk terjemahan (ia memahami bahasa Latin, Inggris, Jerman dan Perancis), dan selalu mencari terjemahan baru. Dalam suatu karyanya ia berkata tentang Qur'an: "Apakah Qur'an adalah keabadian?/Saya tidak meragukannya!.../Itu Buku segala buku/Saya meyakininya sebagai kewajiban seorang muslim." Dalam surat yang dikirim kepada anak tunggalnya August, 17 Januari 1814, Goethe mengatakan "Beberapa agama telah mengecoh kita sampai kemudian datang al-Quran ke perpustakaan kita".
Satu butir yang juga ditunjukkan oleh Shaykh Abdalqadir dalam Fatwa-nya adalah indikasi dari Goethe sendiri bahwa ia adalah seorang muslim. Pada 24 Februari 1816 ia mempublikasikan sebuah pernyataan: "Sang Penyair [Goethe]... tidak menolak kecurigaan bahwa ia sendiri adalah seorang Muslim." Dan dalam salah satu syairnya yang lain, dalam Divan, Goethe berkata: "Sungguh bodoh setiap orang, dalam setiap urusan/Memuja-muji pendapatnya sendiri!/Bila Islam bermakna kepatuhan kepada Tuhan,/Kita semua hidup dan mati dalam Islam./
Bukti Kemusliman Goethe 
Fatwa Penerimaan Goethe sebagai Muslim diawali dengan kutipan pernyataan Goethe dalam percakapannya dengan sahabatnya, penyair J.P Eckermann, 11 Maret 1832, bahwa "banyak nonsense dalam doktrin gereja [kristen]." Dalam Divan Goethe menolak pandangan kristiani tentang Jesus di satu sisi dan mengkonfirmasi keesaan Allah SWT di sisi lain: "Jesus merasa murni dan dengan lembut berpikir/Hanya Satu Tuhan/Siapa yang menjadikannya sebagai tuhan/Menghina kehendak sucinya/Dan karenanya kebenaran harus memancar/Apa yang juga telah dicapai oleh Muhammad;/Hanya dengan kata "Yang Satu"/Ia menguasai seluruh dunia/. Di bagian lain Goethe menyatakan bahwa Jesus, Isa alaihisalam, hanyalah seorang Rasul, seperti halnya Nabi Ibrahim, Musa, dan Dawud, sebagai "perwakilan dari Keesaan Tuhan."
Selain pernyataan Goethe yang menunjukkan pengakuannya tentang Allah SWT ini, sebagai syahadat pertama, Shaykh Abdalqadir mengemukakan sejumlah bukti lain. Goethe juga berkata "Keimanan tentang satu Tuhan selalu membawa dampak memperbaiki ruhani sebab ini mengindikasikan pada seseorang ketauhidan dalam dirinya sendiri." Goethe juga dikenali menolak konsep kebetulan, dengan kata lain ia meyakini adanya qadha dan takdir. Pada 12 Agustus 1827, ia menulis, : "Kalau Allah menghendaki aku menjadi seekor cacing;/Ia akan telah menciptakan aku sebagai seekor cacing."
Bagaimana dengan pengakuannya akan Kerasulan Muhammad SAW, sebagai pernyataan syahadat kedua? 
Goethe banyak menulis tentang Nabi Muhammad SAW dalam syair-syairnya, Mohamets Gesang. Tentang kerasulannya ia berkata: "Dia adalah seorang rasul dan bukan penyair dan karenanya Qur'an yang dibawanya adalah hukum ilahi dan bukan buku karya manusia, yang dibuat untuk mendidik atau menghibur." Salah satu bait Gesang berbunyi:"Juga kalian, mari/ Dan kini lebih ajaib dia membesar-meluas/Seluruh ras menyanjung pangeran ini." Dalam manuskrip tulisan tangannya, dalam naskah Paralipomena III, 31 dalam Divan, Goethe menulis, 27 Januari 1816: "Imam segala makhluk ciptaan/Muhammad". Goethe juga mengonfirmasi penolakan Rasulullah SAW atas tantangan kaum kafirin untuk mempertontonkan mukjizat, dengan mengatakan: "Keajaiban tak dapat kuperbuat kata sang Rasul,/Mukjizat terbesar inilah aku."/
Kesimpulan Dengan berbagai bukti yang ada, yang sebagian telah dikutipkan dalam tulisan ini, Shaykh Abdalqadir dan Abu Bakr Rieger, menyatakan dapat disimpulkan dengan meyakinkan dan tanpa keraguan, bahwa Johann Wolfgang von Goethe adalah seorang muslim. Meski ia hidup di tengah negeri non-Muslim, Goethe dengan sepenuh hati menyatakan dan memegang teguh dua kalimah syahadat, dan mengkonfirmasi Tiada tuhan Selain Allah, yang Tunggal, dan bahwa Rasul terakhir adalah Muhammad, salallahualaihi wassalam. Dan meski tidak pernah mendapatkan pengajaran salat, zakat, puasa, dan haji, dia bangga dan dengan penuh emosi menghadiri salat Jum'at. Ini menunjukkan sikap Goethe memperlihatkan bahwa Islam adalah dien yang dianutnya. Karena itu, Shaykh Abdalqadir menegaskan bahwa pujangga kebesaran Eropa ini dapat diterima sebagai Muslim pertama Eropa Modern, yang menghidupkan hati masyarakat Eropa untuk mempelajari Tauhid dan Muhammad SAW, sebagai utusan-Nya.
Shaykh Abdalqadir menutup Fatwa-nya dengan pernyataan: "Dengan pengakuannya yang menakjubkan atas kerasulan, salallahualaihi wassalam, ia selayaknya kita kenali di kalangan Muslim sebagai Muhammad Johann Wolfgang Goethe".
Pengaruh Pikiran Goethe di Indonesia 
Sekitar setahun lalu, 4 September 2009, di ruang pertemuan The Habibie Center, Kemang, Jakarta, berlangsung seminar kecil: Pemikiran Goethe tentang Islam dan Uang serta Pengaruhnya terhadap Penggunaan Dinar Emas dan Dirham Perak di Indonesia. Pembicara utamanya Nurman Kholis, peneliti Puslitbang Lektur Keagamaan, Balitbang Depag. Goethe, lahir 29 Agustus 1749 dan wafat 22 Maret 1832, memang hidup dalam masa transisi pemberlakuan uang kertas, menggantikan uang emas dan perak.
Menakjubkan, sebagaimana ditunjukkan oleh Nurman, Goethe menulis 46 buku yang mengekspresikan sikap skeptisnya terhadap pemberlakuan uang kertas. Khususnya dalam Faust II, saat ia mengisahkan seorang ilmuwan kimia bernama Faust, yang berusaha membuat emas dari logam biasa demi meraih pengetahuan tertinggi dan memuaskan kesenangan manusia. Untuk mencapai tujuan ini ia mengikat janji dengan iblis, Mephistopheles. Keduanya kemudian bertemu Kaisar yang kehabisan dana untuk menggaji tentara serta para pelayan. Mephistopheles kemudian menawarinya jalan pintas dengan mencetak kertas yang ditandatangani Kaisar dan diedarkan kepada masyarakat.
Menurut Nurman, Goethe telah melihat ekonomi uang modern yang didasarkan pada uang kertas sebagai "kelanjutan cara kimiawi dengan cara lain", artinya penciptaan uang dari ketiadaan, sebuah pemalsuan nilai riil harta. Meskipun menulis dalam dekade awal abad ke-19, ia sudah meramalkan banyak pencapaian industrial pada abad berikutnya, akan sangat dipengaruhi oleh modus baru ini. Goethe sudah melihat sebelum waktunya capaian besar industri yang akan didanai dengan sistem gelembung uang kertas ini.
Peneliti muda yang Juli 2010 lalu meraih gelar Master Humaniora, dengan tesis Kajian Filologis Al Adawiyatu Asy-Syafiyatu fi Bayani Salati al Hajati wal-Istikharati wa Daf'i al Kurbati, karya K.H Ahmad Sanusi: Cara Mengatasi Kegelisahan dan Kaitannya dengan Krisis Ekonomi Dunia, dari Unpad (cum laude) ini, juga mengorelasikan pernyataan Goethe bahwa"uang kertas adalah ciptaan setan" dengan pemikiran Imam al-Ghazali yang menyatakan "hikmah penciptaan dinar dan dirham tidak akan ditemukan di dalam hati yang berisi sampah hawa nafsu dan tempat permainan setan."
Dengan demikian, kata Nurman, Islam yang dipahami oleh Imam Ghazali dan Goethe membuahkan pemahaman yang sama, yaitu dinar dan dirham sebagai mata uang adil yang diciptakan oleh Allah sedang uang kertas ciptaan setan. Dalam perjalanannya menemukan Islam, Goethe memang banyak mempelajari aspek muamalat, tentang riba, uang, jual-beli, pembebasan hamba sahaya, dsb. Karenanya, sebagaimana ia sampaikan melalui Faust, ia mengecam praktek penggunaan uang kertas, penerapan riba secara umum, sebagai bentuk perjanjian dengan setan.
Kini Dinar emas dan Dirham perak kembali digunakan di Indonesia, tentu tidak langsung dari Goethe, tapi melalui pengajaran dari ulama Eropa mutakhir, Shaykh Abdalqadir as Sufi. Ulama terlahir dengan nama Ian Dallas ini dapat dikatakan salah satu penafsir Goethe, selain sejumlah pemikir Eropa sejaman lainnya seperti Frederich Nietzsche, sampai Martin Heidegger dan Erns Junger, yang kemudian juga membuktikan bahwa pujangga besar dunia itu adalah seorang Muslim.
Melalui Shaykh Abdalqadir-lah, yang menemukan pintu Islam dari para pemikir Eropa dan mendapatkan isinya dari ulama-ulama besar Maroko (Shaykh Muhammad Habib, Shaykh Al Fauyturi, dan Shaykh Al Alawi), kemudian diterjemahkan kembali dalam tingkat kepraktisan oleh muridnya yang lain, warga Spanyol, Umar Ibrahim Vadillo, kembalinya Dinar dan Dirham sebagai mata uang yang adil menjadi kenyataan. Salah satunya yang paling luas dan berkembang adalah di Indonesia.

Sabtu, 12 Januari 2013

SHALAT DHUHA


TATA CARA SHALAT DHUHA

Pengertian Shalat Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunah yang dilakukan setelah terbit matahari sampai menjelang masuk waktu zhuhur. Afdhalnya dilakukan pada pagi hari disaat matahari sedang naik ( kira-kira jam 9.00 ). Shalat Dhuha lebih dikenal dengan shalat sunah untuk memohon rizki dari Allah, berdasarkan hadits Nabi : ” Allah berfirman : “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang ( Shalat Dhuha ) niscaya pasti akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada akhir harinya “ (HR.Hakim dan Thabrani).

Hadits Rasulullah SAW terkait Shalat Dhuha
Ø  Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga” (H.R. Tirmiji dan Abu Majah)
Ø  “Siapapun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.” (H.R Tirmidzi)
Ø  “Dari Ummu Hani bahwa Rasulullah SAW shalat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap dua rakaat.” (HR Abu Daud)
Ø  “Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata,”Nabi SAW keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang shalat dhuha‘. Beliau bersabda,?Shalat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari).”(HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi)
Ø  “Rasulullah bersabda di dalam Hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat shalat dhuha, karena dengan shalat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim & Thabrani)
Ø  “Barangsiapa yang masih berdiam diri di masjid atau tempat shalatnya setelah shalat shubuh karena melakukan i’tikaf, berzikir, dan melakukan dua rakaat shalat dhuha disertai tidak berkata sesuatu kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun banyaknya melebihi buih di lautan.” (HR Abu Daud)
Manfaat dan Makna Shalat Dhuha
Ada yang mengatakan bahwa shalat dhuha juga disebut shalat awwabin. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa keduanya berbeda karena shalat awwabin waktunya adalah antara maghrib dan isya.
Waktu shalat dhuha dimulai dari matahari yang mulai terangkat naik kira-kira sepenggelah dan berakhir hingga sedikit menjelang masuknya waktu zhuhur meskipun disunnahkan agar dilakukan ketika matahari agak tinggi dan panas agak terik. Adapun diantara keutamaan atau manfaat shalat dhuha ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud dan Ahmad dari Abu Dzar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab setiap kali bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh orang lain agar melakukan amal kebaikan adalah sedekah, melarang orang lain agar tidak melakukan keburukan adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu maka cukuplah mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”
Juga apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Buraidah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Dalam tubuh manusia itu ada 360 ruas tulang. Ia harus dikeluarkan sedekahnya untuk tiap ruas tulang tersebut.” Para sahabat bertanya,”Siapakah yang mampu melaksanakan seperti itu, wahai Rasulullah saw?” Beliau saw menjawab,”Dahak yang ada di masjid, lalu pendam ke tanah dan membuang sesuatu gangguan dari tengah jalan, maka itu berarti sebuah sedekah. Akan tetapi jika tidak mampu melakukan itu semua, cukuplah engkau mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”
Didalam riwayat lain oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh berkata,”Nabi saw kekasihku telah memberikan tiga wasiat kepadaku, yaitu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan mengerjakan shalat witir terlebih dahulu sebelum tidur.”
Jumhur ulama mengatakan bahwa shalat dhuha adalah sunnah bahkan para ulama Maliki dan Syafi’i menyatakan bahwa ia adalah sunnah muakkadah berdasarkan hadits-hadits diatas. Dan dibolehkan bagi seseorang untuk tidak mengerjakannya.

Cara melaksanakan Shalat Dhuha :
Shalat Dhuha minimal dua rakaat dan maksimal duabelas rakaat, dilakukan secara Munfarid (tidak berjamaah), caranya sebagai berikut :
Ø  Niat shalat dhuha didalam hati berbarengan dengan Takbiratul ihram :
“Ushalli Sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa.”
Artinya :
“Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat, karena Allah ta’ala
Ø  Membaca doa Iftitah
Ø  Membaca surat al Fatihah
Ø  Membaca satu surat didalam Alquran. Afdholnya rakaat pertama membaca surat Asy-Syam bisa dilihat DISINI dan rakaat kedua surat Al Lail bisa dilihat DISINI
Ø  Ruku’ dan membaca tasbih tiga kali
Ø  I’tidal dan membaca bacaannya
Ø  Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali
Ø  Duduk diantara dua sujud dan membaca bacaanya
Ø  Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali
Ø  Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua sebagaimana cara diatas, kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali. Rakaat-rakaat selanjutnya dilakukan sama seperti contoh diatas.

Bacaan Doa Sholat Dhuha Lengkap Bahasa Arab – Bahasa Indonesia dan Artinya

اَللهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ،
 وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ.
 اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ
كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ
 بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ
وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

ALLAHUMMA INNADH DHUHA-A DHUHA-UKA, WAL BAHAA-A BAHAA-UKA, WAL JAMAALA JAMAALUKA, WAL QUWWATA QUWWATUKA, WAL QUDRATA QUDRATUKA, WAL ISHMATA ISHMATUKA. ALLAHUMA INKAANA RIZQI FIS SAMMA-I FA ANZILHU, WA INKAANA FIL ARDHI FA-AKHRIJHU, WA INKAANA MU’ASARAN FAYASSIRHU, WAINKAANA HARAAMAN FATHAHHIRHU, WA INKAANA BA’IDAN FA QARIBHU, BIHAQQIDUHAA-IKA WA BAHAAIKA, WA JAMAALIKA WA QUWWATIKA WA QUDRATIKA, AATINI MAA ATAITA ‘IBADIKASH SHALIHIN.

Artinya: “Ya Alloh, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Alloh, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.

SHOLAT DHUHA

Pengertian Shalat Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunah yang dilakukan setelah terbit matahari sampai menjelang masuk waktu zhuhur. Afdhalnya dilakukan pada pagi hari disaat matahari sedang naik ( kira-kira jam 9.00 ). Shalat Dhuha lebih dikenal dengan shalat sunah untuk memohon rizki dari Allah, berdasarkan hadits Nabi : ” Allah berfirman : “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang ( Shalat Dhuha ) niscaya pasti akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada akhir harinya “ (HR.Hakim dan Thabrani).

Hadits Rasulullah SAW terkait Shalat Dhuha
Ø  Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga” (H.R. Tirmiji dan Abu Majah)
Ø  “Siapapun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.” (H.R Tirmidzi)
Ø  “Dari Ummu Hani bahwa Rasulullah SAW shalat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap dua rakaat.” (HR Abu Daud)
Ø  “Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata,”Nabi SAW keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang shalat dhuha‘. Beliau bersabda,?Shalat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari).”(HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi)
Ø  “Rasulullah bersabda di dalam Hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat shalat dhuha, karena dengan shalat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim & Thabrani)
Ø  “Barangsiapa yang masih berdiam diri di masjid atau tempat shalatnya setelah shalat shubuh karena melakukan i’tikaf, berzikir, dan melakukan dua rakaat shalat dhuha disertai tidak berkata sesuatu kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun banyaknya melebihi buih di lautan.” (HR Abu Daud)
Manfaat dan Makna Shalat Dhuha
Ada yang mengatakan bahwa shalat dhuha juga disebut shalat awwabin. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa keduanya berbeda karena shalat awwabin waktunya adalah antara maghrib dan isya.
Waktu shalat dhuha dimulai dari matahari yang mulai terangkat naik kira-kira sepenggelah dan berakhir hingga sedikit menjelang masuknya waktu zhuhur meskipun disunnahkan agar dilakukan ketika matahari agak tinggi dan panas agak terik. Adapun diantara keutamaan atau manfaat shalat dhuha ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud dan Ahmad dari Abu Dzar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab setiap kali bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh orang lain agar melakukan amal kebaikan adalah sedekah, melarang orang lain agar tidak melakukan keburukan adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu maka cukuplah mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”
Juga apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Buraidah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Dalam tubuh manusia itu ada 360 ruas tulang. Ia harus dikeluarkan sedekahnya untuk tiap ruas tulang tersebut.” Para sahabat bertanya,”Siapakah yang mampu melaksanakan seperti itu, wahai Rasulullah saw?” Beliau saw menjawab,”Dahak yang ada di masjid, lalu pendam ke tanah dan membuang sesuatu gangguan dari tengah jalan, maka itu berarti sebuah sedekah. Akan tetapi jika tidak mampu melakukan itu semua, cukuplah engkau mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”
Didalam riwayat lain oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh berkata,”Nabi saw kekasihku telah memberikan tiga wasiat kepadaku, yaitu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan mengerjakan shalat witir terlebih dahulu sebelum tidur.”
Jumhur ulama mengatakan bahwa shalat dhuha adalah sunnah bahkan para ulama Maliki dan Syafi’i menyatakan bahwa ia adalah sunnah muakkadah berdasarkan hadits-hadits diatas. Dan dibolehkan bagi seseorang untuk tidak mengerjakannya.

Cara melaksanakan Shalat Dhuha :
Shalat Dhuha minimal dua rakaat dan maksimal duabelas rakaat, dilakukan secara Munfarid (tidak berjamaah), caranya sebagai berikut :
Ø  Niat shalat dhuha didalam hati berbarengan dengan Takbiratul ihram :
“Ushalli Sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa.”
Artinya :
“Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat, karena Allah ta’ala
Ø  Membaca doa Iftitah
Ø  Membaca surat al Fatihah
Ø  Membaca satu surat didalam Alquran. Afdholnya rakaat pertama membaca surat Asy-Syam bisa dilihat DISINI dan rakaat kedua surat Al Lail bisa dilihat DISINI
Ø  Ruku’ dan membaca tasbih tiga kali
Ø  I’tidal dan membaca bacaannya
Ø  Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali
Ø  Duduk diantara dua sujud dan membaca bacaanya
Ø  Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali
Ø  Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua sebagaimana cara diatas, kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali. Rakaat-rakaat selanjutnya dilakukan sama seperti contoh diatas.

Bacaan Doa Sholat Dhuha Lengkap Bahasa Arab – Bahasa Indonesia dan Artinya

اَللهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ،
 وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ.
 اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ
كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ
 بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ
وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

ALLAHUMMA INNADH DHUHA-A DHUHA-UKA, WAL BAHAA-A BAHAA-UKA, WAL JAMAALA JAMAALUKA, WAL QUWWATA QUWWATUKA, WAL QUDRATA QUDRATUKA, WAL ISHMATA ISHMATUKA. ALLAHUMA INKAANA RIZQI FIS SAMMA-I FA ANZILHU, WA INKAANA FIL ARDHI FA-AKHRIJHU, WA INKAANA MU’ASARAN FAYASSIRHU, WAINKAANA HARAAMAN FATHAHHIRHU, WA INKAANA BA’IDAN FA QARIBHU, BIHAQQIDUHAA-IKA WA BAHAAIKA, WA JAMAALIKA WA QUWWATIKA WA QUDRATIKA, AATINI MAA ATAITA ‘IBADIKASH SHALIHIN.

Artinya: “Ya Alloh, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Alloh, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.

SHOLAT DHUHA

Pengertian Shalat Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunah yang dilakukan setelah terbit matahari sampai menjelang masuk waktu zhuhur. Afdhalnya dilakukan pada pagi hari disaat matahari sedang naik ( kira-kira jam 9.00 ). Shalat Dhuha lebih dikenal dengan shalat sunah untuk memohon rizki dari Allah, berdasarkan hadits Nabi : ” Allah berfirman : “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang ( Shalat Dhuha ) niscaya pasti akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada akhir harinya “ (HR.Hakim dan Thabrani).

Hadits Rasulullah SAW terkait Shalat Dhuha
Ø  Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga” (H.R. Tirmiji dan Abu Majah)
Ø  “Siapapun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan.” (H.R Tirmidzi)
Ø  “Dari Ummu Hani bahwa Rasulullah SAW shalat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap dua rakaat.” (HR Abu Daud)
Ø  “Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata,”Nabi SAW keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang shalat dhuha‘. Beliau bersabda,?Shalat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari).”(HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi)
Ø  “Rasulullah bersabda di dalam Hadits Qudsi, Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat shalat dhuha, karena dengan shalat tersebut, Aku cukupkan kebutuhanmu pada sore harinya.” (HR Hakim & Thabrani)
Ø  “Barangsiapa yang masih berdiam diri di masjid atau tempat shalatnya setelah shalat shubuh karena melakukan i’tikaf, berzikir, dan melakukan dua rakaat shalat dhuha disertai tidak berkata sesuatu kecuali kebaikan, maka dosa-dosanya akan diampuni meskipun banyaknya melebihi buih di lautan.” (HR Abu Daud)
Manfaat dan Makna Shalat Dhuha
Ada yang mengatakan bahwa shalat dhuha juga disebut shalat awwabin. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa keduanya berbeda karena shalat awwabin waktunya adalah antara maghrib dan isya.
Waktu shalat dhuha dimulai dari matahari yang mulai terangkat naik kira-kira sepenggelah dan berakhir hingga sedikit menjelang masuknya waktu zhuhur meskipun disunnahkan agar dilakukan ketika matahari agak tinggi dan panas agak terik. Adapun diantara keutamaan atau manfaat shalat dhuha ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud dan Ahmad dari Abu Dzar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab setiap kali bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh orang lain agar melakukan amal kebaikan adalah sedekah, melarang orang lain agar tidak melakukan keburukan adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu maka cukuplah mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”
Juga apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Buraidah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Dalam tubuh manusia itu ada 360 ruas tulang. Ia harus dikeluarkan sedekahnya untuk tiap ruas tulang tersebut.” Para sahabat bertanya,”Siapakah yang mampu melaksanakan seperti itu, wahai Rasulullah saw?” Beliau saw menjawab,”Dahak yang ada di masjid, lalu pendam ke tanah dan membuang sesuatu gangguan dari tengah jalan, maka itu berarti sebuah sedekah. Akan tetapi jika tidak mampu melakukan itu semua, cukuplah engkau mengerjakan dua rakaat shalat dhuha.”
Didalam riwayat lain oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh berkata,”Nabi saw kekasihku telah memberikan tiga wasiat kepadaku, yaitu berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mengerjakan dua rakaat dhuha dan mengerjakan shalat witir terlebih dahulu sebelum tidur.”
Jumhur ulama mengatakan bahwa shalat dhuha adalah sunnah bahkan para ulama Maliki dan Syafi’i menyatakan bahwa ia adalah sunnah muakkadah berdasarkan hadits-hadits diatas. Dan dibolehkan bagi seseorang untuk tidak mengerjakannya.

Cara melaksanakan Shalat Dhuha :
Shalat Dhuha minimal dua rakaat dan maksimal duabelas rakaat, dilakukan secara Munfarid (tidak berjamaah), caranya sebagai berikut :
Ø  Niat shalat dhuha didalam hati berbarengan dengan Takbiratul ihram :
“Ushalli Sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa.”
Artinya :
“Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat, karena Allah ta’ala
Ø  Membaca doa Iftitah
Ø  Membaca surat al Fatihah
Ø  Membaca satu surat didalam Alquran. Afdholnya rakaat pertama membaca surat Asy-Syam bisa dilihat DISINI dan rakaat kedua surat Al Lail bisa dilihat DISINI
Ø  Ruku’ dan membaca tasbih tiga kali
Ø  I’tidal dan membaca bacaannya
Ø  Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali
Ø  Duduk diantara dua sujud dan membaca bacaanya
Ø  Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali
Ø  Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua sebagaimana cara diatas, kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka membaca salam dua kali. Rakaat-rakaat selanjutnya dilakukan sama seperti contoh diatas.

Bacaan Doa Sholat Dhuha Lengkap Bahasa Arab – Bahasa Indonesia dan Artinya

اَللهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ،
 وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ.
 اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ
كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ
 بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ
وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ

ALLAHUMMA INNADH DHUHA-A DHUHA-UKA, WAL BAHAA-A BAHAA-UKA, WAL JAMAALA JAMAALUKA, WAL QUWWATA QUWWATUKA, WAL QUDRATA QUDRATUKA, WAL ISHMATA ISHMATUKA. ALLAHUMA INKAANA RIZQI FIS SAMMA-I FA ANZILHU, WA INKAANA FIL ARDHI FA-AKHRIJHU, WA INKAANA MU’ASARAN FAYASSIRHU, WAINKAANA HARAAMAN FATHAHHIRHU, WA INKAANA BA’IDAN FA QARIBHU, BIHAQQIDUHAA-IKA WA BAHAAIKA, WA JAMAALIKA WA QUWWATIKA WA QUDRATIKA, AATINI MAA ATAITA ‘IBADIKASH SHALIHIN.

Artinya: “Ya Alloh, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah penjagaan-Mu, Ya Alloh, apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu, kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan kepada hamba-hambaMu yang soleh”.