Abu Thalib Seorang Mu’min
Segala Puja
dan Puji bagi Allah, sebanyak tetesan air hujan, sebanyak butiran biji-bijian,
sebanyak makhluk-Nya dilangit, dibumi dan diantara keduanya.
Segala Puja
dan Puji yang banyak dan tak berkesudahan untuk Allah, meskipun puja segala
pemuji selalu kurang dari sewajarnya.
Segala Puja
dan Puji untuk Allah seagung pujian-Nya terhadap diri-Nya.
Shalawat
dan Salam yang tiada pernah terputus dan tiada pernah terhenti terus-menerus,
sambung-menyambung sampai ke akhir zaman untuk Nabi yang dicintai dan dikasihi
oleh ruh, jiwa dan jasad kami, Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya, juga untuk
keluarganya yang telah disucikan dari segala noda dan nista, serta para sahabat
yang berjihad bersamanya dan setia padanya sepanjang hayatnya.
Dalam
berbagai kesempatan alfagir hamba Allah penulis risalah ini sering mendengar
dalam khutbah-khutbah, diskusi-diskusi, maupun dialog-dialog bahwa Abu Thalib
paman tercinta Rasulullah SAAW dikatakan kafir. Beberapa rekan sering
bertanya tentang masalah ini, akhirnya alfagir harapkan risalah ini sebagai
jawaban atas semuanya itu, sebaga pembelaan terhadap Abu Thalib dan terhadap
Nabi SAAW, semoga beliau SAAW meridhainya Amin.
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya
(mengutuknya) didunia dan diakhirat, dan menyediakan baginya siksa yang
menghinakan (Q.S. 33:57)”.
“Dan
orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih(Q.S.
9:61)”
Diriwayatkan
dari Al-Thabrani dan AL- Thabrani dan Al-Baihaqi, bahwa anak perempuan Abu
Lahab (saudara sepupu Nabi saaw ) yang bernama Subai’ah yang telah masuk Islam
datang ke Madinah sebagai salah seorang Muhajirin, seseorang berkata kepadanya
: “Tidak cukup hijrahmu ini kesini, sedangkan kamu anak perempuan kayu bakar
neraka” (menunjuk surat Allahab). Maka ia sakit mendengar kata-kata tersebut
dan melaporkannya pada Rasulullah saaw. Demi mendengar laporan semacam itu
beliau saaw jadi murka, kemudian beliau naik mimbar dan bersabda :
“Apa urusan suatu kaum menyakitiku,
baik dalam nasabku (silsilahku) maupun sanak kerabatku. Barang siapa menyakiti
nasabku serta sanak kerabatku, maka telah menyakitiku dan barang siapa yang
menyakitiku, maka dia menyakiti Allah SWT.
Sa’ad bin
Manshur dalam kitab Sunannya meriwayatkan dari Sa’id bin Jubair tentang Firman
Allah SWT (Q.S; 42,23) : “Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak meinta dari
kalian sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang terhadap keluarga
(Ahlul Bait)”.
Ia
berkatyang dimaksud keluarga dalam ayat itu adalah keluarga Rasulullah saaw,
(Hadits ini disebutkan juga oleh Al-Muhib Al-Thabari dalam Dzkhair Al-Uqbah
ha.9 Ia mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Al-Sirri, dikutib pula
oleh Al-Imam Al-Hafid Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakar Al-Suyuthi dalam kitab
Ihyaul Maiyit Bifadhailil Ahlil Bait hadits nomer 1 dan dalam kitab tafsir
Al-Dur Al-Mantsur ketika menafsirkan ayat Al-Mawaddah :42,43)
Imam Ahmad
dalam kitab Musnadnya Juz 4 hal.210 hadits no.177 meriwayatkan:
Abbas paman Nabi SAAW masuk menemui
rasulullah saaw, lalu berkata: “Wahai rasulullah, sesungguhnya kita (bani
hasyim) keluar dan melihat orang-orang quraisy berbincang-bincang lalu jika
mereka melihat kita mereka diam”. Mendengar hal itu rasulullah saaw marah dan
meneteskan airmata kemudian bersabda : “Demi Allah tiada masuk keimanan ke hati
seseorang sehingga mereka mencintai kalian (keluarga nabi saaw) karena Allah
dan demi hubungan keluarga denganku”. (hadits serupa diriwayatkan pula oleh
Al-Turmudzi, Al-Suyuthi, Al-Muttaqi Al-Hindi, Al-Nasa’i, Al-Hakim dan
Al-Tabrizi).
Ibnu Adi
dalam kitab Al-Kamil meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri ia berkata bahwa
Rasulullah saaw bersabda: “Barang siapa yang membenci kami Ahlul Bayt (Nabi dan
keluarganya) maka ia adalah munafiq”. (At-Athabrani dalam Dzakair, Ahmad dalam
Al-Manaqib, Al-Syuthi dalam Al-Dur Al-Mantsur dan dalam Ihyaul Mayyit).
Al-Thabrani
dalam kitab Al-Awsath dari Ibnu Umar, ia berkata: Akhir ucapan rasulullah saaw
sebelum wafat adalah: “Perlakukan aku sepeninggalku dengan bersikap baik kepada
Ahlul Baitku.” (Ibnu Hajar dalam Al-Shawaiq). Al-Khatib dalam tarikhnya
meriwayatkan dari Ali bersabda : “Syafa’at (pertolongan diakhirat kelak) ku
(hanya) teruntuk orang yang mencintai Ahlul Baytku. (Imam Jalaluddin Al-Syuthi
dalam Ihyaul Maiyit) .
Al-Dailami
meriwayatkan dari Abu Sa’id ia berkata bahwa Rasulullah saaw bersabda :” Keras
kemurkaan Allah terhadap orang yang menggaguku dengan menggangu itrahku”.
(Al-Suyuthi dalam Ihyaul Maiyit, dikutib juga oleh Al-Manawi dalam Faidh
Al-Qadir, dan juga oleh Abu Nu’aim).
Ibnu Asakir
meriwayatkan dari Imam Ali a.s. bahwasanya Rasulullahbersabda : “Barang siapa
yang menyakiti seujung rambut dariku maka ia telahmenyakitiku dan barang siapa
yang menyakitiku berarti ia telah menyakiti Allah SWT”. Dengan demikian
jelaslah bahwa siapa yang menyakiti Abu Thalib berarti menyakiti Rasulullah
beserta cucu-cucu beliau pada setiap masa. Rasulullah bersabda :” Janganlah
kalian menyakiti orang yang masih hidup dengan mencela orang yang telah mati”.
Sebenarnya
pandangan tentang kafirnya Abu Thalib adalah hasil rekayasa politik Bany
Umaiyah di bawah kendali Abu Sufyan seseorang yang memusuhi Nabi saaw sepanjang
hidupnya, memeluk Islam karena terpaksa dalam pembebasan Makkah, kemudian
dilanjutkan oleh putranya Muawiyah, seorang yang diberi gelar oleh Nabi saaw
sebagai kelompok angkara murka, yang neracuni cucu Nabi saaw, Imam Hasan ibn
Ali a.s. Dalam kitab Wafiyat Al-A’yan Ibnu Khalliqan menuturkan cerit Imam
Nasa-i (penyusun kitab hadits sunna Al-Nasa-i), bahwasanya sewaktu Nasa-i
memasuki kota Damaskus, ia didesak orang untuk meriwayatkan keutamaan Muawiyah,
kata Nasa-i: “ Aku tidak menemukan keutamaan Muawiyah kecuali sabda Rasul
tentang dirinya – semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya”. Selanjutnya
dilanjutkan oleh Yazid anak Muawiyah si pembunuh Husein ibn Ali cucu Nabi
Muhammad saaw di padang Karbala bersama 72 keluarga dan sahabatnya. Muawiyah
yang sebagian Ulama dikatagorikan sebagai sahabat Nabi saaw , telah
memerintahkan pelaknatan terhadap Imam Ali bin Abi Thalib hampir 70.000 mimbar
umat Islam dan dilanjutkan oleh anak cucu-cucuBany Umaiyah selam 90 tahun
sampai masa Umar bin Abdul Azizi. Ibnu Abil Hadid menyebutkan Muawiyah
membentuk sebuah lembaga yan bertugas mencetak hadits-hadits palsu dalam
berbagai segi terutama yang menyangkut keluarga Nabi saaw, lembaga tersebut
beranggotakan beberapa orang sahabat dan Tabi’in (sahabtnya sahabat)
diantaranya “Amr ibn Al-ash, Mughirah ibn Syu’bah dan Urwah ibn Zubair).
Sebagai
contoh Ibnu Abil Hadid menebutkan hadits produksi lembaga tersebut :
“Diriwayatkan oleh Al-Zuhri bahwa :
Urwah ibn Zubair menyampaikan sebuah hadits dari Aisyah bibinya ia berkata :
Ketika aku bersama Nabi saaw, maka datanglah Abbas (paman Nabi saaw) dan Ali
bin Abi Thalib dan Nabi saaw berkata padaku :”Wahai Aisyah kedua orang itu akan
mati tidak atas dasar agamaku (kafir)”.
Inil adalah
kebohongan besar tak mungkin Rasul saaw bersabda seperti itu yang benar Rasul
saaw bersabda seprti yang termaktub dalam kitab : Ahlul Bayt wa Huququhum hal.123, disitu diterangkan:
Dari Jami’ ibn Umar seorang wanita bertanya pada Aisyah tentang Imam Ali, lalu
Aisyah menjawab : “Anda bertanya kepadaku tentang seorang yang demi Allah SWT,
aku sendiri belum pernah mengetahui ada orang yang paling dicintai Rasulullah
saaw selin Ali,dan di bumi ini tidak ada wanita yang paling dicintai putri Nabi
saaw, yakni ( Sayyidah Fatimah Az-Zahra a.s istri Imam Ali a.s). Al-Hakim dalam
kitab Al-Mustadrak, Al-Suyuthi dalam kitab Al-Jami Ash-Shaghir dan juga
Al-Thabrani dalam kitab Al-Kabir dari Ibnu Abbas, Rasulullah saaw bersabda :”
Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, Maka barangsiapa ingin mendapat
Ilmu, hendaknya ia mendatangi pintunya”. Imam Ahmad bin Muhammad Ash-Shadiq
Al-Maghribi berdasarkan hadits ini telah membuat kitab khusus yang diberi judul
:”Fathul Malik al’Aliy bishihati hadits Babul Madinatil Ilmi Ali” yang
membuktikan ke shahihan hadits tersebut.
Tidak
mungkin kami menyebutkan hadits-hadits keutamaan Imam Ali satu persatu karena
jumlahnya sangat banyak , cukuplah yang dikatakan Imam Ahmad (pendiri mazhab
sunni Hambali) seperti yang diriwayatkan oleh putranya Abdullah ibn Ahmad sbb:
“Tidak ada seorang pun diantara para sahabat
yang memiliki Fadha’il (keutamaan) dengan sanad-sanad yang shahih
seperti Ali bin Abi Thalib”. Bany Umaiyah tidak cukup dengan menciptakan
hadits-hadits palsu bahkan mengadakan program kekerasan bagi siap yang berani
mengungkap hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan keluarga Nabi saaw. Mereka
meracuni dan mempengaruhi pikiran umat Islam bahwa orang yang mengungkap
keutamaan keluarga Nabi saaw adalah para pengacau, musuh Islam dan mereka
adalah orang-orang zindiq.
Maka tidak
sedikit Ulama’ Islam yang menjadi korban karena mereka berani secara tegas
menyebarkan hadits-hadits tersebut. Dimana Bany Umaiyah kemudian dimasa Bany
Abbasiyah, Keluarga Nabi saaw dan anak, cucunya terus menerus menjadi korban
intimidasi yang tidak henti-hentinya, mengalami pengejaran, pembunuhan, seperti
pembantaian Karbala, pembantaian Imam Ali Zainal Abidin, Annafsuzzakia ,
peracuni Imam Al-Baqir, Ash-shodiq, Al-Khadzim, Ar-Ridha dll, sampai seorang
sejarawan terkenal Abul Faraj yang diberi judul “Maqatilut – Thalabiyin”.
Mungkin ada
yang bertanya, mengapa mereka berlaku demikian itu dan apa yang mendasarinya?,
jawabannya tiada lain hanyalah kaena dengki dan irihati terhadap nikmat yang
dikaruniakan Allah kepada keluarga Nabi saaw. “Ataukah mereka dengki kepada
(sebagian ) manusia (=Muhammad dan keluarganya) lantaran karunia-karunia yang
Allah SWT, telah limpahkan kepadanya...?” (QS; 4,54) Al-Hafid Ibnu Hajar dalam
kitabnya As-Sawaiq meriwayatkan dari Ibnu Mughazili Asy-Syafi’i bahwasanya Imam
Muhammad Al-Bagir berkata: “Kamilah Ahlul Bayt adalah orang yang kepada mereka
sebagian manusia menunjukkan rasa iri dan dengki”.
Para
pengutbah dan penceramah tentunya telah mengetahui semua hadits-hadits yang
mengkafirkan Abu Thalib yang jumlahnya kurang lebih 9 hadits, oleh karena itu
hamba AllahSWT tidak akan menyebutkan lagi disini. Dengan menggunakan Ilmu
hadits dan memeriksa Rijal (orang-orang yang meriwayatkan hadits-hadits
tersebut. Tidak mungkin merinci komentar para ahli Jarh (kritik hadits) disini,
sebagai contoh ; salah seorang perawi hadits dari kalangan sahabat bernama Abi
Hurairah, disepakati oleh para ahli sejarah bahwa dia masuk Islam pada perang
Khaibar, tahun ke-7 Hijriyah, sedangkan Abu Thalib meninggal satu dua tahun
sebelum Hijrah. Apakah dia berhadits ?.
Anehnya
beberapa periwayat hadits tersebut menyebutkan beberapa Asbabul Nuzul
(sebab-sebab turunya ayat dalam Al-Quran) dihubungkan untuk mengkafirkan Abu
Thalib, sebagai contoh; Surah Al-Tawbah 113 dan Al-Qashash 56, surah Al-Tawbah
ayat 113 menurut para ahli tafsir termaasuk surah yang terakhir turun di
Madinah, sedang Al-Qashash ayat;56 turun pada waktu perang Uhud (sesudah
Hijrah), jadi baik antara kedua surah itu ada jarak yang bertahun-tahun juga
antara kedua surah tersebut dengan kewafatan Abu Thalib ada jarak yang
bertahun-tahun pula. Sekarang kita telah menolak hadits yang mengkafirkan Abu
Thalib dan akan mengetengahkan hadits-hadits yang menyebut beliau (semoga Allah
meridhainya) sebagai seorang muslim, namun sebelumnya akan kami ketengahkan
terlebih dahulu siapakah Abu Thalib itu?
Beliau Abu
Thalib nama aslinya adalah Abdu Manaf, sedang nama Abu Thalib adalah nama
Kauniyah (panggilan) yang berasal dari putra pertamanya yaitu Thalib, Abu berarti Bapak. Abu Thalib adalah paman dan
ayah asuh Rasulullah saaw, dia membela Nabi saaw dengan jiwa raganya. Ketika
Nabi saaw berdakwah dan mendapat rintangan Abu Thalib dengan tegar berkata:
“Kalian tidak akan dapat menyentuh Muhammad sebelum kalian menguburkanku”.
Ketika Nabi saaw dan pengikutnya di baikot di sebuah lembah, Abu Thalib
mendampingi Nabi saaw dengan setia.
Ketika dia melihat Ali shalat di belakang Rasulullah saaw. Ketika mau meninggal
dunia berwasiat kepada keluarganya untuk selalu berada di belakang Nabi saaw
dan membelanya untuk menenangkan dakwahnya.
Beliau
telah menerima amanat dari ayahnya Abdul Mutthalib untuk mengasuh Nabi saaw dan
telah dilaksanakan amanat tersebut. Nabi saaw adalah sebaik-baik asuhan dan Abu
Thalib adalah sebaik-baik pengasuh. Beliau mengetahu akan kenaibian Muhammad
saaw jauh sebelum Nabi saaw diutus oleh Allah SWT, sebagai Rasul di atas dunia
ini. Dia menyebutkan hal tersebut ketika berpidato dalam pernikahan Nabi saaw
dengan Sayyidah Khadijah a.s. Abu Thalib berkata : “ Segala Puji bagi Allah
yang telah menjadikan kita sekalian sebagian anak cucu Ibrohim dan Ismail,
menjadikan kita sekalian berpangkal dari Bany Ma’ad dan Mudhar menjadikan kita
penanggung jawab rumah-Nya(ka’bah) sebagai tempat haji serta tanah haram yang
permai, menjadikan kita semua sebagai pemimpin-pemimpin manusia. Kemudian
ketahuilah bahwa kemponakan saya ini adalah Muhammad ibn Abdullah yang tidak
bisa dibandingkan dengan laki-laki manapun kecuali ia lebih tinggi
kemuliaannya, keutamaan dan akalnya. Dia
(Muhammad ), demi Allah setelah ini akan datang dengan sesuatu kabar
besar dan akan mengahadapi tantangan yang berat”.
Kata-kata
beliau ini, adalah hasil kesimpulan apa yang beliau lihat tentang pribadi Nabi
saaw sejak kecil, atau sebuah ilham dan dari kaca mata sufi adalah sesuatu yang
diperoleh dari Ilmu Mukasyafah atau beliau seorang Kasyaf.
Pada saat
Abu Thalib berekspidisi ke Syiria (Syam), pada waktu itu Nabi saaw masih
berusia 9 tahun dan diajak oleh Abu Thalib, ketika itu bertemu dengan seorang
rahib Nasrani bernama Buhairah yang mengetahui tanda-tanda kenabian yang
terdapat pada Nabi saaw dan memberitahukan pada Abu Thalib kemudian menyuruhnya
membawa pulang kembali ke Mekkah karena takut akan gangguan orang Yahudi.Maka
Abu Thalib tanpa melihat resiko perdagangannya dengan serta merta membawa Nabi
saaw pulang ke Mekkah.
Jika Abu Thalib hendak makan bersama
keluarganya, beliau selalu berkata: Tetaplah kalian menunggu hingga Muhammad
datang, kemudian Nabi saaw datang serta makan bersama mereka hingga mereka
menjadi kenyang, berbeda seandainya mereka makan tanpa keikut sertaan Nabi
saaw, biasa hidangannya adlah susu, maka Nabi saaw dipersilahkan lebih dahulu,
baru bergiliran mereka. Abu Thalib berkata kepada Nabi saaw: “Sesungguhnya
Engkau adalah orang yang di berkati Tuhan”.
Setiap
Nabi akan tidur Abu Thalib membentangkan selimutnya dimana beliau saaw biasa
tidur. Beberapa saat setelah beliau saaw tertidur, dia membangunkan beliau saaw
lagi dan kemudian memerintahkan sebagian ank-anaknya untuk tidur ditempat
Rasulullah saaw tidur, sementara Rasulullah dibentangkan selimut ditempat lain
agar Nabi saaw tidur disana. Semua ini dilakukkan oleh Abu Thalib demi
keselamatan Nabi saaw.
Ya Allah,
Engkaulah yang dituduh oleh sebagian umat Nabi-Mu , tidak mau memberi hidayah
Islam kepada seseorang yang mencintai Nabi saaw yang tiada melebihinya dan Nabi
saaw mencintainya dengan teramat sangat.
Ya Allah,
sungguh prasangkaku baik kepada-Mu, tak mungkin engkau tidak memberi iman
kepadanya. Ya Allah Yang Maha Pemurah dan Engkau terjauh dari perasangka buruk.
Ya Allah, apakah mungkin umat Nabi-Mu akan menerima Syafa’at dari padanya,
sedang lidah-lidah mereka tiada kering dari mengkafirkan paman kesayangannya.
Ya Allah Engkau adalah Tuhan Yang Maha Adil dan Engkau akan mengukum siapa saja
yang menyakiti Nabi-Mu dan keluarganya. Dalam salah satu sya’irnya Imam Syafi’i
berkata : Wahai Keluarga Rasulullah
Kecintaan
kepadamu
Allah
wajibkan atas kami
Dalam
Al-Quran yang diturunkan
Cukuplah
tanda kebesaranmu
Tidak
sah shalat tanpa shalawat padamu
(maksudnya : Allahumma Shalli ‘ala
Muhammad wa ali Muahammad)
Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab
Hanafi) dalam sya’irnya:
Kecintaan
Yahudi kepada keluarga Musa nyata
Dan
bantuan mereka kepada keturunan saudaranya jelas
Pemimpin
mereka dari keturunan Harun lebih utama
Kepadanya
mereka mengikut dan bagi setiap kaum ada penuntun
Begitu
juga Nasrani sangat memuliakan dengan penuh cinta
Kepada
Al-Masih dengan menuju perbuatan kebajikan
Namun
jika seorang muslim membantu keluaga Ahmad (Muhammad)
Maka
mereka bunuh dan mereka sebut kafir
Inilah
penyakit yang sulit disembuhkan, yang telah menyesatkan akal
Orang-oramg
kota dan orang-orang desa, mereka tidak menjaga
Hak
Muhammad dalam urusan keluarganya dan Allah Maha Menyaksikan.
Dalam Sya’irnya Imam Zamakhsyari
bertutur:
Beruntung anjing karena mencintai
Ashabul kahfi
Mana
mungkin aku celaka karena mencintai keluarga Nabi saaw
Abu Hasyim Isma’il bin Muhammad
Al-Humairi dalam salah satu sya’i permohonan syafa’at pada nabi saaw:
Salam
sejahtera kepada keluarga dan kerabat Rasul
Ketika
burung-burung merpati beterbangan
Bukankah
mereka itu kumpulan bintang gemerlapan dilangit
Petunjuk-petunjuk
agung tak diragukan
Dengan
mereka itulah aku disurga, aku bercengkrama
Mereka
itu adalah lima tetanggaku, Salam sejahtera.
Kini
tibalah saatnya untuk kami ketengahkan hadits-hadits tentang Mukminnya Abu
Thalib, namun akan kami kutip sebagian saja.
Dari Ibnu Adi yang diriwayatkan dari
Anas ibn Malik, ia berkata; “Pada suatu saat Abu Thalib sakit dan Rasulullah
menjenguknya, maka ia berkata; “Wahai anak sudaraku, berdo’alah kamu kepada
Allah agar ia berkenan menyembuhkan sakitku ini”, dan Rasulullah pun berdo’a:
Ya Allah, ...sembuhkanlah paman hamba”, maka seketika itu juga dia berdiri dan
sembuh seakan dia lepas dari belenggu”. Apakah mungkin Rasulullah berdoa untuk
orang yang kafir padanya ?, apakah mungkin orang kafir minta do’a kepada
Rasulullah , apakah mungkin orang yang menyaksikan mukjizat yang demikian
lantas tidak mau beriman ?. Perkaranya kembali pada logika orang yang waras.
“Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aqil
bin Abu Thalib, diterangkan bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada Abu
Thalib:”Sesungguhnya anak saudramu ini telah menyakiti kami”, maka Abu Thalib
berkata kepada Nabi Muhammad saaw :”Sesungguhnya mereka Bany pamanmu,menuduh
bahwa kamu menyakiti mereka”. Beliau menjawab : “ Jika seandainya kalian (wahai
kaum Quraisy) meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku
untuk aku tinggalkan perkara ini, sehingga Allah menampakkannya atau aku hancur
karenanya niscaya aku tidak akan meninggalkannya sama sekali”. Kemudian kedua
mata beliau mencucurkan air mata karena menangis, maka berkatalah Abu Thalib
kepada beliau saaw:”Hai anak saudaraku, katakalah apa yang kamu suka, demi
Allah aku tidak akan pernah menyerahkanmu kepada mereka selamanya”. Dia juga
berkata kepada orang-orang Quraisy, “Demi Allah, anak saudaraku tidak bohong
sama sekali”.
Kami bertanya apakah kata-kata dan
pembelaan demikian ini dapat dilakukan oleh orang kafir, yang agamanya sendiri
dicela habis-habisan oleh Nabi saaw ? Kalau yang demikian ini dikatakan tidak
beriman, lalu yang bagaimana yang beriman itu ? apkah yang KTP ?
Dari
Al-Khatib Al-Baghdadi dari Imam Ja’far Ash-Shadiq yang sanadnya sampai pada
Imam Ali, berkata aku mendengar Abu Thalib berkata: Telah bersabda kepadaku,
dan dia demi Allah adalah orang yang paling jujur, Abu Thalib berkata
selanjutnya: “Aku bertanya kepada Muhammad, Hai Muhammad, dengan apa kamu
diutus (Allah) ?” beliau saaw menjawab : “Dengan silaturrahmi, mendirikan
shalat, serta mengeluarkan zakat”.
Al-Khatib Al-Baghdadi adalah seorang
ulama besar dan beliau menerima hadits yang diriwayatkan oleh Abi Thalib, jika
Abu Thalib bukan mukmin maka tentu haditsnya tidak akan diterima, demikian juga
Imam Ali dan Imam Ash-Shadiq dll. Penelaahan lebih jauh tentang hadis ini kita
akan menemukan bahwa beliau mukmin.
Dari
Al-Khitab, yang bersambung sanadnya, pada Abi Rafik maula ummu Hanik binti Abi
Thalib bahwasannya ia mendengar Abu Thalib berkata :”Telah berbicara kepadaku
Muhammad anak saudaraku, bahwanya Allah memerintahkannya agar menyambung tali
silaturrahmi, menyembah Allah serta tidak boleh menyembah seseorang
selain-Nya”.(tidak menyekutukan-Nya), kemudian Abu Thalib berkata: “Dan Aku Abu
Thalib berkata pula: “Aku mendengar anak saudaraku berkata:”Bersyukurlah, tentu
kau akan dilimpahi rizki dan janganlah kufur, niscaya kau akan disiksa”. Apakah
ada tanda-tanda beliau orang kafir dalam hadits di atas?, wahai saudaraku anda
dikaruniai kemauan berpikir pergunakanlah, jangan seperti domba yang digiring
oleh gembala. 14 Abad umat Muhammad telah ditipu oleh rekayasa Bany Umaiyah,
kapan mereka mampu mengakhirinya. Ketahuilah lebih 13 abad yang lampau Bany
Umaiyah telah ditelan perut bumi akibat kedengkiannya kepada keluarga Nabi,
namun fitrahnya tidak habis-habisnya.
Dari Ibnu
Sa’ad Al-Khatib dan Ibnu Asakir dari Amru ibn Sa’id, bahwasanya Abu Thalib
berkata : “Suatu saat berada dalam perjalanan bersama anak saudaraku
(Muhammad), kemudian aku merasa haus dan aku beritahukan kepadnya serta ketika
itu aku tidka melihat sesuatu bersamanya, Abu Thalib selanjutnya berkata,
kemudian dia (Muhammad) membengkokkan pangkal pahanya dan menginjakkan tumitnya
diatas bumi, maka tiba-tiba memancarlah air dan ia berkata kepadku:”Minumlah
wahai pamanku !”, maka aku kemudian minum”.
Ini adalah
mukjizat Nabi saaw dan disaksikan oleh Abu Thalib, yang meminum air mukjizat,
adakah orang kafir dapat meminum air Alkautsar ?. Berkata Al-Imam Al-Arifbillah
Al-Alamah Assayyid Muhammad ibn Rasul Al-Barzanji:”Jika Abu Thalib tidak
bertauhid kepada Allah, maka Allah tidak akan memberikannya rizki dengan air
yang memancar untuk Nabi saaw yang air tersebut lebih utama dengan air
Al-Kautsar serta lebih mulia dari air zamzam.
Dari Ibnu
Sa’id yang diriwayatkan dari Abdillah Ibn Shaghir Al-Udzri bahwasanya Abu
Thalib ketika menjelang ajalnya dia memanggil Bany Abdul Mutthalib seraya
berkata:”Tidak pernah akan putus-putusnya kalian dengan kebaikan yang kalian
dengar dari Muhammad dan kalian mengikuti perintahnya, maka dari itu ikutilah
kalian, serta bantulah dia tentu kalian akan mendapat petunjuk”. Jauh sekali
anggapan mereka, dia tahu bahwa sesungguhnya petunjuk itu di dalam mengikuti
beliau saaw. Dia menyuruh orang lain agar mengikutinya, apakah mungkin dia
sendiri menginggalkannya?. Sekali lagi hanya logika yang waras yang bisa
menentukannya dan ma’af bukan domba sang gembala.
Dari
Al-Hafidz (si penghafal lebih dari 100.000 hadits) Ibn Hajar dari Ali Ibn Abi
Thalib a.s bahwasanya ketika Ali memeluk Islam, Abu Thalib berkata
kepadanya:”Teteplah kau bersama anak pamanmu !”. Pertanyaan apa yang bisa
ditanyakan terhadap seorang ayah yang menyuruh anaknya memluk Islam, sedangkan
dia sendirian dikatakn bukan Islam, adakah hal itu masuk akal ?.
Dari
Al-Hafidz Ibn Hajar yang riwayatnya sampai pada Imran bin Husein, bahwasanya
Abu Thalib : bershalatlah kamu bersama anak pamanmu, maka dia Ja’far
melaksanakan shalat bersama Nabi
Muahmmad saaw, seperti juga ia melksanakannya bersama Ali bin Abu
Thalib. Sekiranya Abu Thalib tak percaya akan agama Muhammad, tentu dia tidak
akan rela kedua putranya shalat bersama Nabi Muhammad saaw, sebab permusuhan
yang timbul karena seorang penyair berkata:”Tiap permusuhan bisa diharapkan
berakhirnya, kecuali permusuhan dengan yang lain dalam masalah agama”.
Dari
Al-Hafidz Abu Nu’aim yang meriwayatkan sampai kepada Ibnu Abbas, bahwasannya ia
berkata : “Abu Thalib adalah orang yang paling mencintai Nabi saaw, dengan
kecintaan yang amat sangat (Hubban Syadidan) tidak pernah ia mencintai
anak-anaknya melebihi kecintaannya kepada Nabi saaw. Oleh karena itu dia tidak
tidur kecuali bersamanya (Rasulullah saaw).
Diriwayatkan
dalam kitab Asna Al-Matalib fi najati Abu Thalib oleh Assayid Al-Almah
Al-Arifbillah, Ahmad bin Sayyid Zaini Dahlan Mufti mazhab Syafi’i di Mekkah
pada zamannya:”Sekarang orang-orang Quraisy dapat menyakitiku dengan sesuatu
yang takpernah terjadi selama Abu Thalib hidup”. Tidaklah orang-orang Quraisy
memperoleh sesuatu yang aku tidak senangi (menyakitiku) hingga Abu Thalib
wafat”. Dan setelah beliau melihat orang-orang Quraisy berlomba-lomba untuk
menyakitinya, beliau bersabda:” Hai pamanku, alangkah cepatnya apayang aku
peroleh setelah engkau wafat”. Ketika Fatimah binti Asad (isteri Abi Thalib)
wafat, Nabi saaw menyembahyangkannya, turun sendiri ke liang lahat, menyelimuti
dengan baju beliau dan berbaring sejenak disamping jenazahnya, beberapa sahabat
bertanya keheranan, maka Nabi saaw menjawab:” Tak seorangpun sesudah Abu Thalib
yang kupatuhi selain dia (Fatimah binti Asad).
Abu Thalib
dan Sayyidah Khadijah istri Nabi saaw, wafat dalam tahun yang sama, oleh karena
itu tahun tersebut oleh Nabi saaw disebut Aamul Huzn dalam tahun dukacita. Jika
Abu Thalib seorang kafir patutlah kematiannya disedihkan. Dan apakah patut Nabi
bercinta mesrah dengan orang kafir, dengan berpandangan bahwa Abu Thalib kafir
sama dengan menuduh Allah, menyerahkan pemeliharaan Nabi saaw, pada seorang
kafir dan membiarkan berhubungan cinta-mencintai dan kasih-mengasihi yang
teramat sangat padahal dalam Al-Quran disebutkan:”Muhammad itu adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka(QS;48,29). Dan diayat yang lain
Allah berfirman: “Kamu tidak akan mendpati sesuatu kaum yang beriman kepada
Allah dan hari akherat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menetang
Allah dan Rasul-Nya. Sekalipun orang itu bapak-bapak, atu anak-anak
saudara-saudara atupun keluarga mereka”.(QS;58,29)
Seandainya kami tidak khawatir anda
menjadi jemu, maka akan kami sebutkan hadits yang lainnya, kini untuk
memperkuat argumentasi di atas akan kami ketengahkan disini sya’ir-sya’ir Abu
Thalin:
Saya benar-benar tahu bahwa agama
Muhammad adalah paling baiknya agama di dunia ini.
Di sya’ir yang lain beliau berkata:
“Adakah kalian tidak tahu, bahwa kami telah mengikuti diri
Muahmmadsebagai Rasul seperti Musa
yang telah dijelaskan pada kitab-kitab”.
Simaklah
sya’ir beliau ini, bahwa beliau juga beriman pad Nabi-Nabi yang lain seperti
Nabi Musa a.s, dan ketika Rahib Buhairah berkata padanya beliau juga menimani
akan kenabian Isa a.s , sungguh Abu Thalib adalah orang ilmuan yang ahli
kitab-kitab sebelumnya.
Dalam sya’ir yang lain: “Dan
sesungguhnya kasih sayang dari seluruh hamba datang kepadanya (Muhammad). Dan
tiada kebaikan dengan kasih sayang lebih dari apa yang telah Allah SWT
khususkan kepadanya”.
“Demi Tuhan rumah (Ka’bah) ini, tidak
kami akan serahkan Ahmad (Muhammad)kepada bencana dari terkaman masa dan
malapetaka”.
“Mereka (kaum Quraisy) mencemarkan
namanya untuk melemahkannya. Maka pemilik Arsy (Allah) adalah dipuji (Mahmud)
sedangkan dia terpuji (Muhammad)”.
“Demi Allah, mereka tidak akan sampai
kepadamu dengan kekuatannya. Hingga Aku terbaring diatas tanah”. Maka
sampaikanlah urusanmu secara terang-terangan apa yang telah diperintahkan tanpa
mengindahkan mereka. Dan berilah kabar gembira sehingga menyenangkan dirimu.
Dan engkau mengajakku dan aku tahu bahwa engkau adalah jujur dan benar. Engkau
benar dan aku mempercayai. Aku tahu bahwa agama Muhammad adalah paling baiknya
agama di dunia ini”. Dan sebilah pedng meminta siraman air hujan dengan
wajahnya, terhadap pertolongan anak yatim sebagai pencegahan dari muslim
paceklik. Kehancuran jadi tersembunyi dari bany Hasyim (marganya Nabi saaw),
maka mereka disisinya (Muhammad) tetap dalam bahgia dan keutamaan.
“Sepanjang umur aku telah tuangkan
rasa cinta kepada Ahmad.
Dan aku menyayanginya dengan kasih
sayang tak terputus.
Mereka sudah tahu bahwa anak yatim
tidak berbohong.
Dan tidak pula berkata dengan ucapan
yang bathil.
Maka siapakah sepertinya diantara
manusia hai orang yang berfikir.
Jika dibanding pemimpinpun dia lebih
unggul.
Lemah lembut, bijaksana, cerdik lagi
tidak gagabah, suka santun serta tiada pernah lalai.
Ahmad bagi kami merupakan pangkal,
yang memendekkan derajat yang berlebihan.
Dengan sabar aku mengurusnya, melindungi
serta menepiskan darinya semua gangguan”.
Kiranya
cukup, apa yang kami ketengahkan dari sya’ir-sya’ir Abu Thalib yang membktikan
bahwa beliau adalah seorang mukmin dan telah menolong dan membela Nabi saaw,
maka beliau termasuk orang-orang yang beruntung.
“Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang
diturunkan kepadanya (Al-Quran) mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS;
7;15)
Sesungguhnya
Abu Thalib adalah orang yang telah mempercayainya, memuliakannya serta
menolongnya, sehingga ia menentang orang-orang Quraisy. Dan ini telah
disepakati oleh seluruh sejarahawan. Sebauah hadits Nabi saaw menyebutkan
:”Saya (Nabi saaw) dan pengawal yatim, kedudukannya disisi Allah SWT bagaikan
jari tengah dengan jari telunjuk”. Siapakah sebaik-baik yatim? Dan siapakah
sebaik-baik pengasuh yatim itu?, Bukankah Abu Thalib mengasuh Nabi saaw dari
usia 8 tahun sampai 51 tahun.
Dalam
Tarikh Ya’qubi jilid II hal. 28 disebutkan :
“Ketika Rasul saaw diberi tahu tentang
wafatnya Abu Thalib, beliau tampak sangat sedih, beliau datang menghampiri
jenazah Abu Thalib dan mengusap-usap pipi kanannya 4 kali dan pipi kiri 3 kali.
Kemudian beliauberucap :”Paman, engkau memlihara diriku sejak kecil,
mengasuhkusebagai anak yatim dan membelaku disaat aku sudah besar. Karena aku,
Allah SWT melimpahkan kebajikan bagimu”. Beliau lalu berjalan perlahan-lahan
lalu berkata : ”Berkat silaturrahmimu Allah SWT melimpahkan kebajikan bagimu
paman”.
Dalam buku
Siratun Nabi saaw yang ditulis oleh Ibnu Hisyam, jilid I hal.252-253
disebutkan: Abu Thalibmeninggal dunia tanpa ada kafir Quraisy disekitarnya dan
mengusapkan dua kalimat syahadat yang didengar oleh Abbas bin Abdul Mutthalib.
Demikian pula dalam buku Abu Thalib mukmin Quraisy oleh Syeckh Abdullah
al-Khanaizy diterangkan : bahwa Abu Thalib mengusapkan kalimat Syahadat
diriwayatkan oleh Abu Bakar, yang dikutib oleh pengarang tersebut dari buku
Sarah Nahjul balaghah III hal.312, Syekh Abthah hal.71nAl-Ghadir VII hal.370
& 401, Al-A’Yan XXXIX hal.136.
Abu Dzar
Al-Ghifari seorang sahabat Nabi saaw yang sangat dicintai Nabi saaw bersumpah
menyatakan, bahwa wafatnya Abu Thalib sebagai seorang mukmin (Al-Ghadir Vii
hal.397).
Diriwayatkan
dari Imam Ali Ar-Ridha dari ayahnya Imam Musa Al-Kadzim, riwaya ini bersambung
sampai pada Imam Ali bin Abi Thalib dan beliau mendengar dari Nabi saaw, bahwa
: “Bila tak percaya akan Imannya Abu Thalib maka tempatnya di neraka”.
(An-Nahjul III hal.311, Al-Hujjah hal.16, Al-Ghadir VII hal.381 & 396,
Mu’janul Qubur hal.189, Al-A’Yan XXXIX hal.136, As-Shawa’iq dll). Abbas berkata
;” Imannya Abu Thalib seperti imannya Ashabul Kahfi”.
Boleh jadi
sebagian para sahabat tidak mengetahui secara terang-terangan akan keimana Abu
Thalib. Penyembunyian Iman Abu Thalib sebagai pemuka Bany Hasyim terhadap kafir
Quraisy merupakan strategi, siasat dan taktik untuk menjaga dan membela Islam
pada awal kebangkitannya yang masih sangat rawan itu sangat membantu tegaknya
agama Allah SWT.
Penyembunyian
Iman itu banyak dilakukan ummat sebelum Islam sebagaimana banyak kita jumpai
dalam Al-Qur’an, seperti Ashabul Kahfi (pemuda penghuni gua), Asiah istri
Fir’aun yang beriman pada Nabi Musa a.s dan melindungi, memlihara dan membela
Nabi Musa a.s, juga seorang laki-laki dalam kaumnya Fir’aun yang beriman dan
membela pada Nabi Musa, Lihat Al-Quran; 40:28 berbunyi :”Dan seorang laki-laki
yang beriman diantara pengikut-pengikut (kaum) Fir’aun yang menyembunyikan
imannya berkata:’Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki (Musa) karena dia
menyatakan: “Tuhanku adalah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan
membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika dia seorang pendusta maka
dialah yang menanggung (dosa) dosanya itu, dan jika dia seorang yang benar
niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.
Sesungguhnya Allah SWT, tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi
pendusta”.
Jadi
menyembunyikan iman terhadap musuh-musuh Allah tidaklah dilarang dalam Islam.
Ada suatu riwayat dizaman Rasulullah saaw, demikian ketika orang-orang kafir
berhasil menangkap Bilal, Khabab, Salim. Shuhaib dan Ammar bin Yasar serta ibu
bapaknya, mereka digilir disiksa dan dibunuh sampai giliran Ammar,melihat
keadaan yang demikian Ammar berjihad untuk menuruti kemauan mereka dengan lisan
dan dalam keadaan terpaksa. Lalu dibritahukan kepada Nabi saaw bahwa Ammar
telah menjadi kafir, namun baginda Nabi saaw menjawab:” Sekali lagi tidak,
Ammar dipenuhi oleh iman dari ujung rambutnya sampai keujung kaki, imannya
telah menyatu dengan darah dagingnya”. Kemudian Ammar datang menghadap
Rasulullah saaw sambil menangis, lalu Rsulullah saaw mengusap kedua matanya
seraya berkata:”Jika mereka mengulangi perbuatannya, mak ulangi pula apa yang
telah engkau ucapkan”. Kemudian turunlah ayat (QS; 16;106) sebagai pembenaran
tindakan Ammar oleh Allah SWT berfirman:”Barang siapa yang kafir kepada Allah
SWT sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang
dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (tidak berdosa), akan
tetapi orang-orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan
Allah SWT menimpahnya dan baginya azab yang besar”.
Imam
Muhammad bin Husein Mushalla AlHanafi (yang bermazhab Hanafi) ia menyebut dalam komentar terhadap kitab Syihabul Akhbar
karya Muhammad ibn Salamah bahwa: “Barangsiapa yang mencela Abu Thalib hukumnya
adalah kafir”. Sebagian ulama dari Mazhab Maliki berpandangan yang sama seperti
Ali Al-Ajhuri danAt-Tulsamany, mereka ini berkata orang yang mencela Abu Thalib
(mengkafirkan) sama dengan mencela Nabi saaw dan akan menyakiti beliau, maka
jika demikian ia telah kafir, sedang orang kafir itu halal dibunuh. Begitu pula
ulama besar Abu Thahir yang berpendapat bahwa barangsiapa yang mencela Abu
Thalib hukumannya adalah kafir.
Kesimpulannya,
bahwa siapapun yang coba-coba menyakiti Rasulullah saaw adalah kafir dan harus
diperangi (dibunuh), jika tidak bertaubat. Sedang menurut mazhab Maliki harus
dibunuh walau telah taubat. Imam Al-Barzanji dalam pembelaan terhadap Abu
Thalib, bahwa sebagian besar dari para ulama, para sufiah dan para aulia’ yang
telah mencapai tingkat ”Kasyaf”, seperti Al-Qurthubi, As-Subki, Asy-Sya’rani
dll. Mereka sepakat bahwa Abu Thalib selamat dari siksa abadi, kata mereka :”
Ini adalah keyakinan kami dan akan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah
SWT kelak”.
Akhirnya
mungkin masih ada kalangan yang tanya, bukankah sebagian besar orang masih
menganggap Abu Thalib kafir, jawabnya :”Banyaknya yang beranggapan bukan
jaminan suatu kebenaran”.
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang-orang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah
SWT. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak
lain hanyalah berdusta (terhadap Allah SWT) (QS;6:115).
Semoga kita
dijadikan sebagian golongan yang mencintai dan mengasihi sepenuh jiwa ruh dan
jasad kepada Nabi Muhammad saaw dan Ahlul Baitnya yang telah disucikan dari
segala noda dan nista serta para sahabatnya yang berjihad bersamanya yang setia
mengikutinya sampai akhir hanyatnya.
Sesungguhnya
taufiq dan hidayah hanyalah dari Allah SWT, kepada-Nya kami berserah diri dan
kepada-Nya kami akan kembali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar